Wednesday, June 8, 2011

Al-Mustakfi Billah, Khalifah yang Saleh

Al-Mustakfi Billah, Abu Ar-Rabi’ Sulaiman bin Al-Mutawakkil. Dia dibaiat sebagai khalifah (1446-1455 M) berdasarkan wasiat saudara kandungnya, Al-Mu’tadhid Billah. Ayahnya menuliskan teks surat pengangkatan dirinya sebagai berikut:

“Ini surat kesaksian yang saya tulis untuk jiwa bersih yang Allah jaga dan Allah lindungi dari berbagai kotoran. Pemuka dan junjungan kami, jiwa yang bersih dan suci, yang mengalir dalam dirinya sifat kepemimpinan dan kemuliaan, serta darah Bani Abbas dan kekerabatan dengan Rasulullah. Amirul Mukminin Al-Mu’tadhid Billah Abu Al-Fath Dawud, yang Allah kokohkan agama dengannya dia telah mewasiatkan agar khilafah ini dipegang oleh saudara kandungnya, junjungan kami Abu Ar-Rabi’ Sulaiman Al-Mustakfi Billah. Semoga Allah memberikan keagungan dalam dirinya dalam mengurusi kekhilafahan yang diagungkan ini.”

Al-Mu’tadhid menjadikan saudaranya sebagai khalifah setelah dirinya menjadi imam kaum Muslimin. Ini sebuah wasiat yang sah menurut syariat, yang resmi dan diridhai sebagai upaya untuk memenuhi kewajiban dirinya demi mewujudkan kemaslahatan orang-orang yang mentauhidkan Allah. Juga sebagai usaha meneladani sunnah para Khulafaur Rasyidin dan para imam yang mendapat petunjuk.

Ini semua dilakukan karena Al-Mu’tadhid mengetahui tentang kebaikan agama, keluhuran akhlak, dan keadilannya. Al-Mustakfi memiliki kemampuan yang memadai untuk memangku jabatan ini. Al-Mu’tadhid merasa yakin, orang yang dia pilih adalah orang yang paling takwa di sisi Allah dan paling berhak menerimanya.

Menurut Al-Mu’tadhid, jika tidak menentukan pilihan, maka hal itu akan banyak merepotkan ahlul halli wal aqdi dalam menetapkan imam setelah dirinya. Dia segera berwasiat tentang khilafah ini agar mereka terbebas dari beban, dan perkara ini sampai kepada orang yang benar-benar berhak.

Khalifah Al-Mustakfi adalah seorang khalifah Bani Abbas yang memiliki nilai-nilai kesalehan. Dia sangat taat beragama dan dikenal sebagai ahli ibadah. Gemar membaca ayat Allah, senantiasa mengerjakan shalat, serta sering bermunajat kepada Allah. “Saya tidak pernah melihat Sulaiman sejak masa kecilnya melakukan dosa-dosa besar,” kata Al-Mu’tadhid tentang perilaku saudaranya itu.

Menurut Imam As-Suyuthi dalam Tarikh Al-Khulafa’, ayahnya memiliki posisi terhormat, pandangannya dalam dan sangat dihormati. Mereka besar di lingkungan dan di tengah kemuliaan akhlak dan perilaku. Keluarganya adalah keluarga yang baik dalam ibadah dan muamalah. “Saya tidak pernah melihat sebuah keluarga setelah keluarga Umar bin Abdul Azis yang memiliki nilai-nilai ibadah yang demikian kokoh seperti keluarga khalifah ini,” tulis Suyuthi.

Al-Mustakfi wafat pada Jumat akhir Dzulhijjah 854 H dalam usia 63 tahun. Sedangkan ayah Imam As-Suyuthi, meninggal 40 hari setelah meninggalnya Khalifah Al-Mustakfi. Ketika dimakamkan, Sultan Azh-Zhahir (Jaqmaq) mengiringinya ke pemakaman dan membawa keranda jenazah Khalifah.


Sumber : Republika

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More