Sunday, May 1, 2011

Daulah Abbasiyah: Ar-Radhi, Penyair yang Piawai

Dia adalah khalifah Daulah Abbasiyah ke-20. Nama Khalifah Ar-Radhi Billah (934-940 M) adalah Abu Al-Abbas Muhammad bin Al-Muqtadir bin Al-Mu’tadhid bin Thalhah bin Al-Mutawakkil. Dia dilahirkan pada 297 H. Ibunya mantan budak yang berasal dari Romawi bernama Zhalum.

Ar-Radhi dilantik sebagai khalifah pada saat Al-Qahir dicopot dari kursi khilafah. Kemudian dia memerintahkan kepada Ibnu Muqlah untuk menuliskan semua kejahatan yang dilakukan Al-Qahir dan memerintahkan untuk membacanya di depan khalayak ramai.

Pada 323 H, pemerintahan Khalifah Ar-Radhi berjalan tenang tanpa gejolak. Ia membagi kekuasaannya dengan anak-anaknya. Dia memberi tugas kepada anaknya, Abu Al-Fadhl, untuk mengatur wilayah timur, sedangkan Abu Ja’far ditugaskan untuk mengurus wilayah bagian barat.

Pada masa kekhalifahannya, persisnya tahun ini pula, terjadi sebuah peristiwa yang sangat bersejarah dan dikenal dengan sebutan Peristiwa Syannabud, yaitu tobatnya Syannabud dari penyimpangannya terhadap Al-Qur'an. Tobatnya Syannabud ini dihadiri pula oleh Al-Wazir Abu Ali bin Muqlah.

Pada saat wibawa kekhalifahan Bani Abbasiyah menurun tajam karena adanya gerakan Qaramithah dan perbuatan-perbuatan bid’ah di berbagai wilayah, muncullah keberanian yang demikian kuat dari pemerintah Bani Umayyah, yang ada di wilayah Andalusia, yang saat itu berada di bawah pimpinan Amir Abdurrahman bin Muhammad Al-Umawi Al-Marwani untuk mendirikan pemerintahan sendiri.

Dia menyebut dirinya sebagai Amirul Mukminin An-Nashir Lidinillah. Dia berhasil menguasai sebagian besar wilayah Andalusia (Spanyol). Dia memiliki wibawa yang sangat besar, semangat jihad yang tinggi dan mampu melakukan penaklukan-penaklukan serta memiliki kepribadian yang menarik dan menakjubkan. Amir Abdurrahman berhasil menaklukkan para pemberontak dan mampu membuka tujuh puluh benteng.

Dengan demikian, pada saat itu ada tiga golongan yang menyebut dirinya sebagai Amirul Mukminin. Pertama, Bani Abbas yang ada di Baghdad; kedua, penguasa Umawi yang ada di Andalusia; dan ketiga, Al-Mahdi di Qairawan.

Pad 328 H, Baghdad tergenang banjir yang tingginya mencapai tujuh belas depa. Banyak manusia dan hewan yang mati dalam bencana banjir ini. Sedangkan pada 329 H, Khalifah Ar-Radhi sakit dan meninggal pada bulan Rabiul Akhir. Pada saat meninggal, dia baru berusia 31 tahun.

Khalifah Ar-Radhi dikenal sebagai seorang yang terbuka dan dermawan, luas ilmunya dan seorang penyair piawai serta bergaul dengan para ulama. Dia memiliki kumpulan syair yang dibukukan.

Al-Khatib menuturkan, “Ar-Radhi memiliki banyak keutamaan. Ia adalah khalifah terakhir yang memiliki kumpulan syair yang dibukukan, dan khalifah terakhir yang mampu melakukan khutbah Jumat. Dia adalah khalifah pertama yang duduk bersama rakyat. Dia banyak melakukan hal-hal yang sesuai dengan cara-cara orang terdahulu, bahkan dalam berpakaian dia juga banyak meniru orang-orang terdahulu.”

Abu Hasan Zarqawaih meriwayatkan dari Ismail Al-Khatabi. Ismail berkata, “Khalifah Ar-Radhi memintaku datang pada malam Idul Fitri, lalu saya datang menemuinya. Khalifah berkata, ‘Wahai Ismail, aku telah meneguhkan tekad untuk melakukan shalat Idul Fitri bersama-sama dengan rakyatku esok hari. Maka apa yang pantas aku ucapkan setelah aku berdoa kepada Allah untuk diriku sendiri?’

Saya merenung sejenak dengan kepala menunduk. Lalu saya katakan padanya, ‘Wahai Amirul Mukminin, jika selesai berdoa untuk dirimu sendiri, maka ucapkanlah, “Ya Rabb-ku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada orangtuaku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai.” (QS An-Naml: 19).

Khalifah berkata, ‘Cukuplah apa yang engkau katakan.’

Setelah saya pulang, ada seorang pelayan yang mengikutiku dari belakang, dan dia memberiku uang sebanyak empat ratus dinar.”

Sumber : Republika

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More