Sunday, May 1, 2011

Daulah Abbasiyah: Al-Muttaqi, Khalifah yang Terbuang

Dia adalah Ibrahim bin Al-Muqtadir bin Al-Mu’tadhid (940-944). Ia dilantik menjadi khalifah setelah kematian saudaranya, Ar-Radhi. Saat dilantik menjadi khalifah Bani Abbasiyah ke-21, usianya baru 34 tahun. Ibunya bernama Khalub. Ada juga yang menyebutkan Zahrah.

Dia tak mengadakan perubahan apa-apa dan tidak pernah menggauli budak-budak yang dimilikinya. Dia dikenal sebagai khalifah yang sering berpuasa dan ibadah serta tak pernah minum arak sama sekali. Dia pernah berujar, “Saya tak pernah menjadikan sesuatu sebagai teman selain Al-Qur'an.”

Sebenarnya, dalam pemerintahan Al-Muttaqi tak lebih dari sekedar simbol dan nama. Pada hakikatnya semua masalah negara dikendalikan oleh Abu Abdullah Ahmad bin Al-Khufi.

Pada 330 H, terjadi pemberontakan yang dipimpin Abu Al-Husain Ali bin Muhammad Al-Baridi. Dengan sigap Khalifah Al-Muttaqi bersama Ibnu Raiq menyongsong serangan pemberontak tersebut. Namun dalam pertempuran itu keduanya kalah dan melarikan diri ke Mosul. Sedangkan Baghdad dan istana khalifah dikuasai Al-Baridi.

Tatkala Khalifah Al-Muttaqi dalam pelariannya sampai ke Tikrit, ia bertemu dengan Abu Al-Hasan Ali dan saudaranya, Al-Hasan. Saat itu Ibnu Raiq dibunuh dengan cara rahasia dan untuk menggantikan posisinya, Al-Muttaqi mengangkat Abu Al-Hasan Ali dan menggelarinya Nashir Ad-Daulah. Ia juga mengangkat Al-Hasan dan memberi gelar Saif Ad-Daulah.

Setelah itu Khalifah Al-Muttaqi kembali ke Baghdad bersama dengan Nashir Ad-Daulah dan Saif Ad-Daulah. Melihat kedatangan tiga orang itu, Al-Baridi melarikan diri ke Wasith.

Pada Ramadhan 331 H, Tuzun masuk Baghdad. Setibanya di Baghdad, Khalifah Al-Muttaqi menobatkannya sebagai pejabat yang mengurus administrasi negara. Namun setelah itu terjadi perselisihan sengit antara Al-Muttaqi dan Tuzun. Untuk mengatasi masalah ini Tuzun segera mengirimkan Ja’far bin Syairad dari Wasith ke Baghdad. Tuzun kemudian memiliki hak penuh di Baghdad dalam memerintah dan melarang.

Melihat gejala tidak sehat ini, Al-Muttaqi segera menulis surat kepada Ibnu Hamdan  untuk datang ke Baghdad. Ibnu Hamdan datang membawa pasukan dalam jumlah besar, sedangkan Ja’far bin Syairad bersembunyi. Al-Muttaqi beserta keluarganya segera menuju Tikrit.

Sedangkan Ibnu Hamdan keluar dengan tentara dalam jumlah besar. Mereka dipersiapkan untuk menggempur Tuzun. Kedua pasukan bertemu di Akbara, ternyata Khalifah dan Ibnu Hamdan kalah dalam peperangan itu. Keduanya melarikan diri ke Mosul.

Akhirnya Khalifah menulis surat kepada Ikhsyid, pejabatnya di Mesir, untuk datang menemuinya. Muncul ketidaksukaan dalam diri Ibnu Hamdan atas tindakan tersebut, maka khalifah mengirim utusan kepada Tuzun untuk berdamai. Tuzun pun menerima tawaran damai yang diajukan khalifah. Perjanjian ini disertai sumpah.

Setelah itu Ikhsyid datang menemui Al-Muttaqi yang saat itu sedang berada di Riqqah. Ikhsyid sendiri telah mendengar perjanjian antara khalifah dengan Tuzun, yang notabene orang Turki.

Ikhsyid berkata, “Wahai Amirul Mukminin, saya adalah abdimu dan anak abdimu. Engkau tahu bagaimana perilaku orang-orang Turki dan bagaimana pengkhiatan mereka dalam masalah janji dan kesepakatan. Maka berhati-hatilah terhadap dirimu sendiri. Saya minta Khalifah berangkat bersama saya ke Mesir karena sesungguhnya wilayah itu adalah milikmu, dan engkau bisa merasa aman.”

Namun Al-Muttaqi tidak menerima tawaran Ikhsyid itu. Ikhsyid pun segera kembali ke Mesir, sedangkan Al-Muttaqi keluar dari Riqqah menuju Baghdad pada 4 Muharram 333 H.

Tuzun datang menjemput Khalifah Al-Muttaqi. Saat keduanya bertemu, Tuzun berjalan kaki dan mencium bumi menyatakan ketaatannya pada sang khalifah. Al-Muttaqi menyuruh Tuzun untuk menaiki kendaraan namun ia tak mau. Ia berjalan kaki mengiringi Al-Muttaqi menuju kemah yang sudah dipersiapkan.

Ketika Al-Muttaqi turun dari kendaraan, dia pun segera diringkus. Ikut diringkus pula Ali bin Muqlah dan orang-orang yang bersamanya. Setelah stempel, selendang dan pedangnya dirampas, Al-Muttaqi dikembalikan ke Baghdad.

Bersamaan dengan itu, Tuzun mendatangkan Abdullah bin Al-Muktafi dan melantiknya sebagai khalifah yang kemudian dia beri gelar Al-Mustafi Billah. Tak sampai setahun Tuzun memegang kendali kekuasaan, dia pun mati.

Sedangkan Al-Muttaqi dibuang ke sebuah pulau dekat Sind dan dipenjara di tempat itu. Setelah mendekam selama 25 tahun dalam penjara, Al-Muttaqi meninggal pada Sya’ban 357 H.


Sumber : Republika

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More