Tuesday, May 10, 2011

Daulah Abbasiyah: Al-Muthi' Lillah, Sesepuh yang Mulia

Nama aslinya Al-Fadhl bin Al-Muqtadir bin Al-Mu'tadhid (946-974 M). Ibunya mantan budak bernama Syu'lah. Dia lahir pada 301 H, dan dilantik sebagai khalifah saat Al-Mustakfi dicopot dari kursi kekhalifahan pada Jumadil Akhir 334 H. Muiz Ad-Daulah menetapkan belanja harian untuknya hanya sebesar 100 dinar.

Ia merupakan khalifah Daulah Abbasiyah ke-23 dengan panggilan Al-Muthi' Lillah. Ia diangkat menjadi khalifah pada usia 34 tahun dan sempat menduduki jabatannya selama 29 tahun 5 bulan.

Menurut Joesoef Sou'yb, sang Khalifah bisa memegang kekuasaan demikian lama karena ia rela menerima kedudukannya sebagai lambang kekuasaan semata. Sedangkan kekuasaan sepenuhnya berada di tangan Muiz Ad-Daulah yang berkuasa selama 22 tahun.

Kalau beberapa khalifah sebelumnya masih mempunyai kekuasaan tertentu dan masih ada menteri yang mendampinginya, namun sejak keluarga Buwaih memegang tampuk kekuasaan, maka hampir seluruh wewenang khalifah dicopot. Ia hanya dijadikan lambang kekuasaan semata. Khalifah hanya didampingi oleh seorang sekretaris yang bertugas mencatat dan mengurus anggaran belanja sang Khalifah.

Khalifah tidak lagi berhak mengambil jatah sesukanya dari Baitul Mal. Baginya telah ditetapkan anggaran tertentu, baik bagi dirinya maupun tamu dan pejabat istana. Lambang kekuasaan hanya berada pada doa khutbah Jumat dan Hari Raya. Khalifah Al-Muthi' hanya memegang stempel dan menandatangani surat-surat resmi dalam hal-hal tertentu saja.

Pada 338 H, Muiz Ad-Daulah meminta Al-Muthi' untuk melibatkan saudara Ali bin Buwaih, Imad Ad-Daulah, dalam masalah pemerintahan. Imad Ad-Daulah ingin menjadi pengganti Al-Muthi'. Al-Muthi' memenuhi apa yang ia minta, namun Imad Ad-Daulah keburu meninggal pada tahun itu juga. Akhirnya, Al-Muthi' mengangkat saudaranya, Rukn Ad-Daulah, yang tak lain adalah ayah dari Adhat Ad-Daulah.

Pada 354 H, saudari Muiz Ad-Daulah meninggal dunia. Al-Muthi' datang ke rumah Muiz Ad-Daulah untuk takziyah dengan menggunakan kendaraan. Setelah sampai di kediaman Muiz, Khalifah tidak turun dari tempat karena adanya rasa pesimis. Dia hanya mencium tanah beberapa kali, setelah itu kembali lagi ke istananya.

Pada 356 H, Muiz Ad-Daulah meninggal dunia. Anaknya yang bernama Bakhtiar menggantikan posisi ayahnya yang oleh Al-Muthi' diberi gelar Izz Ad-Daulah. Ternyata sang anak berbeda dengan ayahnya. Ketika utusan Irak Utara datang ke Baghdad dan meminta bantuan dan melaporkan keganasan pasukan Byzantium, Izz Ad-Daulah segera menemui Al-Muthi'.

Sejarah mencatat jawaban Khalifah Al-Muthi' kala itu, "Aku tidak mempunyai apa-apa kecuali khutbah. Kalau kau ingin, aku akan mengundurkan diri."

Izz Ad-Daulah mengancam dan mengingatkan nasib para khalifah sebelumnya. Khalifah Al-Muthi' terpaksa menjual perhiasan yang ia miliki untuk memenuhi tuntutan itu. Namun ternyata, harta itu tidak digunakan untuk bantuan ke Irak, tapi dipakai untuk pelesiran dan foya-foya. Bahkan Izz Ad-Daulah sempat menghina dan menyiksa utusan perwira Turki yang ikut dalam pasukan itu.

Pada 363 H, Al-Muthi' diserang penyakit lumpuh sehingga ia tak mampu bicara. Maka pengawal Izz Ad-Daulah meminta Al-Muthi' untuk mengundurkan diri dari kekhalifahan dan segera menyerahkannya kepada anaknya yang bernama Ath-Tha'i Lillah.

Al-Muthi' menuruti saran tersebut. Pengunduran resminya dia nyatakan pada Rabu 13 Dzulqa'dah. Dengan demikian masa pemerintahan Al-Muthi' adalah 29 tahun lebih lima bulan. Pengunduran dirinya dikokohkan oleh Qadhi Ibni Syaiban. Setelah pengunduran dirinya, Al-Muthi' disebut sebagai Syekh Al-Fadhl (sesepuh yang mulia).

Pada Muharram 364 H, Al-Muthi' melakukan perjalanan bersama anaknya ke Wasith. Dia meninggal pada tahun tersebut pada usia 63 tahun. Selama pemerintahannya terjadi perubahan dalam ketatanegaraan. Kekuasaan pusat tidak lagi berfungsi sebagai penguasa meski masing-masing wilayah masih mengakui kedaulatan khalifah.

sumber : republika

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More