Sunday, May 1, 2011

Daulah Abbasiyah: Al-Musta'in, Gagal Menawarkan Perdamaian

Khalifah Al-Musta'in (862-866 M) dilahirkan pada 221 H. Ibunya seorang mantan budak bernama Mukhariq. Al-Musta'in memiliki wajah putih, namun mukanya banyak terdapat bekas cacar. Demikian dituturkan Imam As-Suyuthi dalam Tarikh Al-Khulafa'.

Nama lengkapnya adalah Al-Musta'in Billah, Abu Al-Abbas Ahmad bin Al-Mu'tashim bin Ar-Rasyid yang merupakan saudara Al-Mutawakkil. Al-Musta'in dibaiat menjadi khalifah keduabelas Bani Abbasiyah oleh para komandan pasukan perang setelah meninggalnya Al-Muntashir. Mereka berkata, "Jika kalian hendak menobatkan salah seorang anak Al-Mutawakkil, maka tidak ada lagi yang tersisi dari mereka. Tidak ada lagi keturunan Al-Mutawakkil kecuali Ahmad bin Al-Mu'tashim, salah seorang guru kita."

Al-Musta'in dikenal sebagai orang yang berperangai baik, memiliki sifat-sifat yang utama, sangat fasih berbicara, memiliki wawasan dan pandangan yang cukup luas, baik budi pekertinya, dan dekat dengan rakyat. Al-Musta'in merupakan penggagas pakaian lengan lebar yang luasnya sampai tiga jengkal. Ia adalah khalifah yang pertama kali mengecilkan topi yang sebelumnya berukuran panjang.

Ketika dibaiat menjadi khalifah, usianya baru 28 tahun. Masa-masa emas kekuasaannya hanya berlangsung awal-awal 251 H. Al-Musta'in kemudian membunuh Wazir Washif dan Panglima Begha. Keduanya merupakan pemuka Turki yang sangat berpengaruh saat itu. Begitu juga dengan Baghir yang merupakan pembunuhan Al-Mutawakkil, berhasil diasingkan.

Begitu Washif dan Begha terbunuh, orang-orang Turki sangat marah, sehingga Al-Musta'in memindahkan pusat pemerintahannya dari Samarra ke Baghdad. Orang-orang Turki menyatakan ketundukannya asalkan Al-Musta'in mau kembali ke Samarra. Khalifah Al-Musta'in menolak tawaran tersebut, sehingga orang-orang Turki berniat untuk memenjarakan dan membunuhnya.

Orang-orang Turki mengatur skenario dengan cara mengangkat Al-Mu'taz sebagai khalifah dengan maksud mengadu domba antara dia dan Al-Musta'in. Al-Mu'taz menyiapkan pasukan melawan Al-Musta'in dan rencana ini mendapat dukungan dari penduduk Baghdad.

Pertempuran pun terjadi antara pasukan Al-Musta'in dengan Al-Mu'taz. Pertempuran yang berlangsung selama beberapa bulan itu menghabiskan banyak korban nyawa dan harta di kedua belah pihak. Harga-harga barang melonjak naik, perekonomian pun terpuruk. Sehingga di mana-mana timbul gerakan protes rakyat menuntut pengunduran diri Al-Musta'in.

Mayat-mayat yang bergelimpangan dan tidak segera dikuburkan, menimbulkan wabah penyakit yang menulari para penduduk sekitarnya. Akibatnya,  karena lemahnya dukungan dari rakyat dan disertai dengan peperangan yang terus-menerus melawan Al-Mu'taz, kekuasaan Al-Musta'in sedikit demi sedikit melemah.

Mengetahui kekuasaan Al-Musta'in kian lemah, orang-orang Turki menggunakan strategi baru dengan cara berdamai. Mereka mengutus Ismail, salah seorang hakim yang saat itu ditemani beberapa tokoh masyarakat. Ismail dan kawan-kawannya menetapkan syarat-syarat pengunduran diri Al-Musta'in. Akhirnya, berkat desakan mereka, Al-Musta'in mengundurkan diri pada 252 H. Al-Musta'in dipenjarakan di Wasith, kemudian dikembalikan ke Samarra.

Khalifah Al-Mu'taz yang kurang puas dengan pengunduran diri Al-Musta'in, bermaksud membunuhnya dengan mengutus Ahmad bin Thulun. Namun Ahmad bin Thulun menolak. "Demi Allah, saya sama sekali takkan pernah membunuh salah seorang anak khalifah," ujarnya.

Akhirnya diutuslah Sa'id bin Al-Hajib sehingga Al-Musta'in terbunuh pada bulan Syawwal tahun itu juga.

Sumber : Republika

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More