Monday, May 30, 2011

Al-Watsiq Billah I, Tiada Doa Baginya

Tatkala Khalifah Al-Mustakfi Billah I meninggal di Qhus, dia mengangkat anaknya, Ahmad menjadi khalifah. Namun Sultan Malik An-Nashir memandang sebelah mata keputusan khalifah. Akhirnya dibaiatlah Ibrahim sebagai khalifah dengan gelar Al-Watsiq Billah I (1334-1343 M).

Keputusan ini disesali oleh sultan saat ajalnya menjelang. Akhirnya dipecatlah Ibrahim dari kedudukannya dan diangkatlah Ahmad sebagai khalifah yang kemudian bergelar Al-Hakim. Peristiwa ini terjadi pada Muharram 742 H.

Ibnu Hajar mengatakan, orang-orang menyatakan protes keras kepada sultan tetang diangkatnya Ibrahim sebagai khalifah, namun sultan tidak memerhatikan protes mereka hingga akhirnya orang-orang membaiatnya secara terpaksa. Rakyat memberinya gelar Al-Musta'thi Billah.

Ibnu Fadhlullah menambahkan dalam kitabnya, Al-Masalik, tentang biografi Al-Watsiq Billah ini, kakeknya mengangkat Ibrahim sebagai putra mahkota dengan perkiraan dia mampu mengemban amanah khilafah atau mampu mengubah dirinya menjadi seorang yang baik. Namun ternyata orang ini tidak tumbuh kecuali dalam foya-foya. Perilakunya jauh dari keshalihan. Dia tidak mampu membedakan antara yang baik dan buruk. Ia menghancurkan nama baik dan kepribadiannya.

Saat Al-Mustakfi akan meninggal, sedangkan Sultan Malik masih berada di puncak kemarahannya, Al-Mustakfi meminta kepada sultan agar Al-Watsiq yang bermoral buruk ini diangkat sebagai khalifah. Padahal dialah yang memfitnah pamannya (Al-Mustakfi) sehingga terjadilah konflik antara Sultan Malik dan Al-Mustakfi.

Dia datang menemui sultan dengan membawa surat wasiat yang pernah ditulis kakeknya, Al-Hakim. Sultan merasa berkewajiban untuk mengangkatnya sebagai khalifah karena adanya ketidakjelasan tentang surat, hingga khilafah kini berada di tangannya. Padahal surat wasiat itu sebenarnya telah dicabut oleh Al-Hakim.

Hakim Agung Abu Umar bin Jamaah berusaha mendekati sultan dan memintanya dalam khutbah tidak diucapkan doa untuk Al-Watsiq, namun sultan tidak menuruti permintaannya. Akhirnya diputuskanlah agar doa dalam khutbah tidak diucapkan untuk keduanya, baik Ahmad yang bergelar Al-Hakim maupun Ibrahim yang bergelar Al-Watsiq. Doa khutbah cukup untuk sultan saja.

Setelah kematian Al-Mustakfi, tidak ada lagi doa di mimbar-mimbar dan di mihrab-mihrab. Kematiannya seakan-akan menandai berakhirnya masa pemerintahan Bani Abbas di Mesir. Kondisi ini berlangsung lama hingga menjelang wafatnya sultan.

Saat itulah sultan berwasiat agar semuanya dikembalikan kepada yang berhak dan ia setuju dengan apa yang diputuskan Al-Mustakfi tentang pengangkatan anaknya, Ahmad. Saat itulah Sultan Malik berkata, "Kini, jelas sudah kebenaran!"

sumber : republika

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More