Monday, May 30, 2011

Al-Mustakfi Billah I, Khalifah Jago Memanah

Dia dilahirkan pada pertengahan Muharram 684 H dan dilantik sebagai khalifah pada Jumadil Ula 701 H (1302-1334 M) berdasarkan wasiat ayahnya. Kabar gembira tentang diangkatnya sebagai khalifah langsung tersebar ke seluruh pelosok wilayah Islam.

Pada 702 H, pasukan Tartar menyerang Syam. Sultan Malik An-Nashir Muhammad bin Qalawun yang mendengar penyerangan ini keluar menyongsong mereka bersama Khalifah Al-Mustakfi Billah I. Kemenangan berada di pihak kaum Muslimin. Orang-orang Tartar terbunuh dalam jumlah yang besar, sedangkan sisanya melarikan diri.

Pada 706 H, Sultan Malik An-Nashir bermaksud berangkat menunaikan ibadah haji. Dia berangkat dari Mesir. Beberapa orang pembesar keluar bersamanya untuk mengantarkannya, namun sultan menolak. Tatkala sampai di Karak, dibentangkan untuknya jembatan penyeberangan.

Ketika berada di tengah jembatan, ternyata jembatan buatan itu runtuh. Dia dan orang-orang yang berada di depannya selamat, karena kuda yang dia tumpangi dapat melompat tinggi. Sedangkan lima puluh yang berada di belakangnya berjatuhan. Empat diantaranya meninggal, sedangkan sebagian besar pasukannya jatuh ke jurang.

Setelah itu sultan menetap di Karak. Dia lalu menulis surat ke Mesir yang mengabarkan bahwa secara sukarela dia mengundurkan diri dari kesultanan. Hakim di Mesir menyetujui keinginannya lalu mengabarkan pengunduran diri sultan kepada hakim di Damaskus. Barulah setelah itu diangkat Ruknuddin Baybars Al-Jasyangkir sebagai sultan pada 20 Syawwal. Dia bergelar Al-Malik Al-Muzhaffar.

Pada Rajab 709 H, Sultan Malik An-Nashir kembali ke Mesir dan meminta agar kekuasaan yang dulu pernah dia pegang dikembalikan lagi kepadanya. Untuk tujuan ini telah banyak orang yang menyatakan dukungan kepadanya. Dia datang ke Damaskus pada bulan Sya’ban, kemudian ke Mesir pada Idul Fitri. Sultan Malik naik ke atas benteng. Sedangkan Al-Muzhaffar berada di tengah-tengah sahabatnya sebelum kedatangan Sultan Malik. Begitu datang, Al-Muzhaffar ditangkap dan dibunuh tahun itu juga.

Pada 736 H, terjadi perselisihan antara sultan dan khalifah. Akhirnya khalifah ditangkap, kemudian dipenjarakan di sebuah benteng dan tak seorang pun boleh menemuinya. Setelah itu, pada Dzulhijjah 737 H, Khalifah Al-Mustakfi diasingkan ke Qush.

Selain khalifah, semua anak dan keluarganya ikut pula diasingkan. Sultan Malik menyediakan semua kebutuhan khalifah. Semua keluarga khalifah yang diasingkan kala itu mendekati jumlah seratus orang. Al-Mustakfi sendiri berada di Qush sebagai orang buangan hingga wafat pada 740 H. Dia dimakamkan di tempat itu. Saat meninggalnya, Al-Mustakfi berusia 50 tahun lebih.

Ibnu Hajar dalam Ad-Durr Al-Kaminah menuliskan, Al-Mustakfi dikenal sebagai seseorang yang memiliki perilaku dan akhlak mulia, dermawan, tulisannya indah dan pemberani. Dia pandai bermain bola dan jago memanah. Dia selalu duduk dengan para ulama dan ilmuwan. Bahkan dalam beberapa hal dia banyak melebihi mereka. Walaupun secara resmi diasingkan, namun para khatib masih tetap menyebutkan namanya dalam khutbah-khutbah mereka. Di awal-awal kekuasaannya terjalin hubungan erat antara dia dan sultan. Mereka berdua sering keluar ke alun-alun untuk bermain bola. Bahkan dalam pandangan banyak orang, mereka laksana dua orang saudara.

Penyebab terjadinya konflik antara keduanya adalah tatkala ada satu panggilan yang di atasnya ada tulisan khalifah yang meminta sultan untuk menghadiri pengadilan. Sultan sangat marah menerima surat panggilan itu. Peristiwa itu akhirnya membuat sultan menangkap khalifah dan mengasingkannya ke Qush. Namun sultan tetap memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada khalifah, bahkan melebihi kadar yang ia berikan pada saat khalifah berada di Mesir.

sumber : republika

0 comments:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More